Oleh: Muhammad Yazidul Ulum
Pertama: Kami, putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang
satu, tanah Indonesia.
Kedua: Kami, putra
dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami,
putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sudahkah kita hafal teks di atas?
Teks di atas merupakan tiga keputusan dari Kongres Pemuda Kedua,
diselenggarakan di Batavia (sekarang Jakarta), 27-28 Oktober 1928 yang kemudian
selalu diperingati pada tanggal 28 Oktober tiap tahun. Ya, keputusan tersebut
kemudian disebut Sumpah Pemuda dan merupakan embrio dalam memperjuangkan cita-cita
kemerdekaan Indonesia.
Dari Kongres Pemuda
II, menuju Kongres Bahasa Indonesia I
Pada salah satu putusan kongres
tersebut, yakni mengenai semangat dalam menjunjung bahasa persatuan, berbunyi “Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia,” ternyata dijadikan sebagai tonggak
awal dilaksanakannya Kongres Bahasa Indonesia yang diadakan rutin lima tahunan.
Kongres Bahasa Indonesia tersebut pertama kali diadakan di Kota Solo pada tahun
1938. Dari sinilah awal mula pengembangan bahasa Indonesia.
Hingga saat ini, sudah sepuluh kali
Kongres Bahasa Indonesia dilaksanakan, dengan menghadirkan berbagai pakar,
praktisi, pemerhati, dan pencinta bahasa guna menghasilkan rekomendasi lebih
mengenai pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Kemudian bahasa Indonesia
memiliki peran sebagai pengikat persatuan dan kesatuan serta sebagai penghela
ilmu pengetahuan. Sebagai pengikat persatuan dan kesatuan, bahasa Indonesia dapat
mempersatukan semangat nasionalisme dari tiap suku, agama, ras, dan antar
golongan bangsa Indonesia dalam berkomunikasi. Peran sebagai penghela ilmu
pengetahuan, bahasa Indonesia diharapkan sebagai titik temu dalam memahami ilmu
pengetahuan, baik itu dari Indonesia, timur, atau pun barat.
Hasil Rekomendasi
Kongres Bahasa Indonesia
Inilah beberapa hasil dari upaya dalam Kongres
Bahasa Indonesia
-
18 Agustus 1945
dilakukan penandatanganan UUD 1945 yang salah satu pasalnya (pasal 36)
menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
-
19 Maret 1947
diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang
berlaku sebelumnya.
-
16 Agustus 1972,
Presiden RI meresmikan penggunaan EYD
melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan dengan
Keputusan Presiden no. 57 tahun 1972.
-
31 Agustus 1972,
Mendikbud menetapkan pedoman umum EYD dan Pembentukan Istilah resmi berlaku di
seluruh wilayah Indonesia.
-
28-3 November
1988 merupakan kongres yang menghasilkan sebuah karya besar dari Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, yakni KBBI dan TBB BI.
Itulah buah keringat dari embrio Kongres
Pemuda II atau Sumpah Pemuda, terus berproses dalam status kemandirian bahasa.
Menyongsong
MEA: Penggilasan Bahasa Indonesia dan Kesejatian Pemuda?
Menjelang kuartal
keempat, Indonesia akan mendapatkan guncangan dalam berbagai aspek, terutama
ekonomi. Selain ekonomi, tidak terkecuali pada aspek pendidikan, politik,
budaya, dan bahasa. Perihal pendidikan, persaingan akan semakin kencang, terlebih
sebelumnya yang masih semrawut dalam meramu kurikulum nasional, serta proteksi
ideologis. Termasuk buku, sebelum gerbang MEA dibuka, buku-buku yang tanpa
pengawasan Pusat Perbukuan begitu saja bebas berkeliaran untuk menggerogoti
pondasi kebangsaan.
Suatu bahasa akan
dianggap jika memiliki syarat kemandirian bahasa, yakni aspek politik,
linguistik, dan penutur. Penulis menganggap yang terpenting adalah dari aspek
penutur, apakah para penutur sebagai pemertahan, khususnya kaum muda akan tetap
bangga dan terus melestarikan bahasa Indonesia?
*penulis adalah penikmat kopi di Taman al-Fatih
Posting Komentar