Keimanan Nenek Moyang Nabi Muhammad SAAW

Ilustrasi
Ahlu al-fatrah ialah orang yang hidup diantara masa Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAAW, tapi tidak mengalami (jawa: menangi) salah satu Nabi. Kalaupun menangi, itu sebelum bithatu an-Nabi (diangkat menjadi Nabi) atau belum ada proses perintah da’wah (tabligh). Dan daerah pedalaman yang belum dimasuki da’wah pun termasuk sebagai ahlu al-fatrah.

Pada masa sebelum bithatu an-Nabi SAAW, orang-orang belum mengetahui nȗr nubuwwah kecuali Abu Ṭalib dan orang yang mendalami Injil dan Taurat seperti Waraqah bin Naufal.

Dalam Bidȃyah an-Nihȃyah juz satu, Amr bin Luḥay (hidup 200 tahun sebelum masa Nabi SAAW) adalah orang yang pertama kali membuat patung berhala. Dia orang kaya yang ingin mendapatkan popularitas melalukan pembodohan masyarakat dan membangun opini,”Saya kaya karena saya menyembah patung” di awal masa jahiliyah. Pada masa itu da’wah belum masuk, dan pembodohan dilakukan terus-menerus. Kabilah-kabilah pun tak mau kalah. Mereka meniru membuat patung. Pertama ditempatkan di tempat masing-masing suku dan kabilah. Tapi karena kalah populer oleh Ka’bah, akhirnya patung-patung itu dipindahkan di Ka’bah.

Pada masa Sayyidina Hashim, Sayyidina Hashim melarang orang ṭawaf dengan telanjang. Kemudian di masa Sayyidina Abdul Muṭalib, Beliau melarang ṭawaf dalam keadaan mabuk. Jadi keluarga nenek moyang Nabi SAAW tidak ikut-ikutan adat jahiliyah, karena memang menyembah berhala bukan ajaran nenek moyang. Sekali lagi ditegaskan bahwa nenek moyang Nabi SAAW merupakan pemeluk ajaran agama ḥanif.

Qusay yang pertama kali mengabari anak cucu Bani Hashim bahwa nȗr nubuwwah turun pada putra Abdullah atau dari keluarga Bani Hashim. Pertanyaannya adalah, kenapa ayah Nabi SAAW diangkat (wafat) sebelum Rasul SAAW lahir? Kenapa ibu Rasul SAAW wafat sebelum Rasul SAAW diangkat menjadi Rasul? Orang tua Rasul SAAW itu beriman, dan itu sudah menjadi tanggungan Allah Ta’ala. Wafatnya beliau berdua sebelum Rasul SAAW diangkat menjadi Rasul adalah untuk menunjukkan keutamaan Rasul SAAW bahwa Rasul SAAW dididik langsung oleh Allah Ta’ala dan di situ banyak pelajaran bagi kita umat Rasul SAAW, terutama tentang kemandirian hidup.

Adapun ayah dan ibu Rasul SAAW dibangkitkan lagi setelah kewafatan dan bershahadat di hadapan Rasul SAAW, itu agar beliau berdua dimasukkan ke dalam afḍȃl al-ummah (sebaik-baiknya ummat), bukan untuk iman (laysa li al-ȋmȃn). Sebagai bukti keimanan beliau berdua adalah wasiat Sayyidah Ȃminah pada Rasul SAAW dan pengasuh Rasul SAAW untuk tidak menyembah berhala.
Sayyid Abdullah dan Sayyidah Aminah bukan termasuk ahlu al-fatrah. Dasarnya adalah ta’zhȋm li al-muṣṭafȃ SAAW dan ayat laqad jȃ-akum rasȗlun min anfusikum ‘azȋzun. Sifat ‘azȋz Rasul SAAW itu meliputi orang tua Rasul SAAW, nenek moyang Rasul SAAW, paman-paman Rasul SAAW, Ahlu Bayt Rasul SAAW, dan umat Rasul SAAW.

Ash-Shaykh Al-Akbar Ibnu ‘Arabi berpendapat bahwa orang tua Nabi Muhammad SAAW bukan termasuk Ahli Fatrah, karena beriman dalam agama ḥanif ajaran Nabi Ibrahim AS. Tidak ada satu pun riwayat yang mengatakan kakek Nabi SAAW, paman Nabi SAAW, dan saudara-saudara Nabi SAAW yang menyembah berhala. Semua di dalam agama ḥanif ajaran Nabi Ibrahim AS.

Datuk-datuk Nabi Muhammad SAAW tidak kemasukan ajaran Nabi Musa AS. dan Nabi Isa AS. karena kalau ada Nabi yang diutus, maka harus iman. Berarti ajaran Nabi-nabi belum masuk kepada datuk-datuk Nabi SAAW. Dan masih murni mengamalkan ajaran Nabi Ibrahim AS. Wallaahu a’lam

Oleh : Syukron Ma’mun, S.Pd. (Disarikan dari pengajian Mawlana al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya pada Malam Jumat, 20 Ramadlan 1435 H, dan pagi Jumat 20 Ramadlan 1435 di kediaman Beliau.)

Ahlu al-fatrah ialah orang yang hidup diantara masa Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAAW, tapi tidak mengalami (jawa: menangi) salah satu Nabi. Kalaupun menangi, itu sebelum bithatu an-Nabi (diangkat menjadi Nabi) atau belum ada proses perintah da’wah (tabligh). Dan daerah pedalaman yang belum dimasuki da’wah pun termasuk sebagai ahlu al-fatrah.