Sudah sepantasnya manusia senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Bagaimana tidak, atas kebaikan-Nya kita dapat merasakan kenikmatan dan kebahagian selama hidup di dunia ini. Kenikmatan tersebut dapat berupa kesehatan, kesempatan, kehidupan, kekayaan, kelapangan, dan lain-lain. Dalam surat Ibrahim ayat 7, Allah SWT mengatakan, “Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Terdapat banyak cara untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan, salah satunya ialah sujud syukur. Sujud syukur disunnahkan pada saat kita mendapati kenikmatan. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW, Sahabat Abu Bakrah mengisahkan, “Bila Rasulullah SAW mendapati kemudahan dan kabar gembira, beliau langsung tersungkur bersujud kepada Allah SWT,” (HR Ibnu Majah).
Menurut Al-Nawawi, tidak boleh bersujud kecuali ada sebab dan legalitasnya. Kendati dipersoalkan oleh sebagian ulama kebolehan sujud syukur, paling tidak hadis di atas menjadi salah satu rujukan utama dibolehkannya sujud syukur. Tentu tidak semua kondisi kita disunahkan sujud syukur, karena bagaimanapun hampir setiap detik kita merasakan nikmat yang patut kita syukuri. Dalam Taqriratus Sadidah, Hasan bin Ahmad Al-Kaf menyebutkan empat kondisi yang disunnahkan untuk sujud syukur:
Pertama: Mendapat Rezeki Nomplok
“Memperoleh nikmat yang tak terduga, baik yang tampak semisal kelahiran anak, kedatangan orang yang hilang, dan sembuh dari penyakit, atau yang tidak tampak seperti memperoleh pengetahuan bagi diri sendiri ataupun anak.”
Disunahkan sujud syukur pada saat mendapat rejeki nomplok atau dari jalan yang tak terduga. Misalnya, ketika kesulitan dan hutang menumpuk, tiba-tiba ada orang yang memberikan kita uang dengan jumlah yang sangat banyak. Pada saat itu disunahkan bagi kita untuk sujud syukur.
Kedua: Terhindar dari Bahaya
“Terhindar dari bahaya secara tiba-tiba, seperti selamat dari runtuhan (bangunan), tenggelam, dan musibah lainnya.”
Manusia tidak dapat meramalkan apa yang akan terjadi esok hari. Bisa saja dia akan mendapati nasib baik di hari esok atau nasib buruk. Demikian pula dengan musibah dan bencana, tidak ada seorang pun yang mampu menaksir waktu kejadiannya. Karenanya, saat terjadi bencana alam yang menelan korban jiwa, kemudian kita selamat dari bencana tersebut, maka disunnahkan untuk sujud syukur.
Ketiga: Melihat Penjahat atau Pelaku Maksiat
“Melihat orang fasik, baik yang tampak kefasikannya ataupun tertutup dan terus menerus melakukan dosa kecil. Disunnahkan memperlihatkan sujud syukur kepada orang yang berbuat dosa secara terang-terangan bila tidak dikhawatirkan terjadi fitnah.”
Di mana-mana hampir ditemukan orang jahat, baik di desa maupun kota. Terlebih lagi di kota besar, penjahat dan pelaku maksiat hampir ditemukan di setiap sudut. Ketika melihat orang yang melakukan maksiat, disunahkan untuk kita melakukan sujud syukur, meskipun dia melakukan dosa kecil tapi terus-menerus.
Dalam kondisi ini, dianjurkan untuk memperlihatkan sujud syukur kepadanya. Hal ini dapat dilakukan bila dikhawatirkan tidak terjadi fitnah atau gangguan lainnya.
Keempat: Melihat Orang Tertimpa Musibah
“Melihat orang tertimpa musibah, baik musibah pada tubuhnya maupun akalnya. Musibah yang dimaksud ialah tidak sempurnanya anggota tubuh dan fungsi tubuh seseorang, seperti buta dan tuli. Pada saat melihat orang cacat, tidak boleh memperlihatkan sujud syukur di hadapannya.”
Allah menciptakan sebagian makhluknya tidak sempurna secara fisik dan mental. Pada intinya, setiap manusia pasti diberikan kelebihan dan kekurangan. Pada saat mendapati orang cacat atau penyandang difabel, disunnahkan bagi kita untuk sujud syukur. Sujud syukur dilakukan sebagai bentuk terima kasih atas kelebihan dan kesempurnaan yang diberikan Tuhan. Tidak boleh melakukan sujud syukur di hadapan mereka secara langsung, karena takut menghina dan menyakiti perasaan mereka.
Demikianlah empat kondisi yang dianjurkan untuk sujud syukur. Bila menemukan salah satu dari empat kondisi tersebut segeralah sujud syukur. Tata cara pelaksaannya hampir mirip dengan sujud tilawah, artinya jumlah sujudnya hanya satu kali dan dilakukan di luar shalat. Sebelum sujud, takbirlah terlebih dahulu dan setelah itu bangun dari sujud, langsung salam. Wallahu a’lam.
Sumber: NU Online
Bergabung??? Klik Disini
Sumber: NU Online
Posting Komentar