Menilik kehidupan Raden Mas Ontowiryo atau Pangeran Diponegoro yang sangat agamais, ternyata tidak lepas dari peran eyang buyutnya, Ratu Ageng. Ihwal demikian, menurut Peter Brian Ramsay Carey, yang membawa Pangeran Diponegoro menjadi penganut Islam Sufi, Tarekat Shattariyah.
“Diponegoro seorang Islam Sufi, penganut Tarekat Shattariyah, sama seperti eyang buyutnya, Ratu Ageng yang menjadi embannya (pengasuhnya),” tutur Peter Carey, sejarawan asal Inggris yang meneliti kehidupan Pangeran Diponegoro, Selasa 15 Maret 2016.
Bahkan, tambah Peter, penganut utama di Keraton Yogya zaman Hamengku Buwono I adalah Tarekat Shattariyah dengan rujukan langsung pendirinya Syeh Abdul Muhyi di Pulau Jawa pada abad XVII.
“Karena itu, semua alam pikiran dan gagasan Diponegoro sebagai seorang Muslim yang saleh, diwarnai oleh ajaran sufi,” tambahnya.
Adapun alasan lain yang menguatkan Peter Ramsay bahwa Diponegoro merupakan seorang Tarekat Shattariyah adalah ketika Peter mengetahui sewaktu masa pengasingan Diponegoro, salah satu kegemaran pangeran itu adalah melukis daerah yang terikat dengan hal mistik.
“Diponegoro melukis daerah (bagan mistik) yang menunjukkan bagaimana untuk mengatur pernapasan dan pengucapan zikir selama berdoa supaya nama dari Hyang Widi / Gusti Allah bisa diukir di kalbu (hati). Ia juga menganut suatu pandangan mistik terhadap dogma dasar Islam, yaitu tauhid, pengakuan keesaan Allah,” paparnya.
“Diponegoro berpendapat bahwa semua upaya manusia haruslah ditujukan pada kesetiaan terhadap pengakuan tersebut dengan menolak mempersekutukan Allah dengan segala makhluk, termasuk diri sendiri dan berusaha mencapai kemananggulan dengan Yang Abadi dan Yang Esa (Kang Jati Purbaning Sukma),” tutupnya.
Sumber: Satu Islam
Posting Komentar